Rabu, 25 Desember 2013

Musik sebagai Mesin Waktu 2

Mengutip dari penyair Jerman, Goethe pernah berkata bahwa “orang yang tidak dapat belajar dari masa tiga ribu tahun berarti dia tidak memanfaatkan akalnya” yang katanya, itulah jalan satu-satunya menjadi manusia. Sekarang  kita tidak melompat sampai ke ribuan tahun yang lalu untuk menjadi manusia akan tetapi kita melompat ke belakang keabad 18-19 dimana Nusantara masih diduduki oleh Belanda.

Seperti yang saya ungkapkan dalam artikel sebelumnya, saya akan bercerita tentang musik jaman Hindia Belanda. Komponis-komponis besar yang kita tahu, seperti seperti Debussy, Ravel, Xenakis, John Cage, Steve Reich sampai Bill Kanengiser yang memiliki kekaguman terhadap Gamelan yang dapat kita dengar dari beberapa karya-karya mereka. 

Ternyata terdapat pula komponis-komponis didalam sejarah Indonesia jaman penjajahan Belanda yang memadukan musik klasik barat dengan gamelan Jawa dengan cukup otentik.

Adalah seorang pianis dan antropolog bernama Henk Mak Van Dijk yang memaparkan tentang sejarah musik Hindia-Belanda ini di dalam bukunya “Wajang Foxtrot” yang terbit pada tahun 2011 di Belanda. Henk Mak Van Dijk yang kala itu saya temui di Yogyakarta bercerita tentang Wajang Foxtrot yang berisi tak hanya komponis-komponis klasik jaman Hindia Belanda, dalam buku ini juga diungkap tentang kehidupan musik jaman Hindia-Belanda, orkestra simfoni pertama,  kroncong, musik kemiliteran saat menjajah Aceh dan Lombok, Opera Jawa Attima, Hiburan rakyat Belanda  hingga Kabaret.

Kita kerap membaca tentang sejarah jaman penjajahan belanda, tapi jarang sekali kita tau bagaimana kehidupan musik dijaman itu.  

Seperti misalnya Constant Van De Wall komponis Indo kelahiran Surabaya 142 tahun silam ini yang besar di Semarang, banyak menghasilkan karya-karya yang selalu bernafaskan gamelan jawa, bisa anda dengar dan nilai sendiri salah satu karyanya yang dimainkan Live oleh Henk Mak Van Dijk di youtube (search : Constant van de Wall Rhapsodie javanaise ). 

Mendengarkan karya musik ini terasa sekali percampuran budaya antara klasik barat dan gamelan Jawa dengan halus dan tanpa terasa memaksa dan juga tidak menghilangkan unsur keduanya. Hal ini dimungkinkan karena pengetahuannya akan gamelan yang mendalam. 

Tak hanya  berkarya dalam piano tunggal Constant Van De Wall  juga menciptakan Opera yang berjudul Attima yang bercerita tentang kehidupan penari Jawa. yang pada tanggal 23-28 Mei 2008 yang lalu dipentaskan kembali di Belanda.

Lalu terdapat komponis yang lebih purist dalam menyikapi musik timur jauh ini, berbeda dengan Constant Van de Wall yang yang lebih mementingkan penciptaan, yaitu Paul Seelig (1876-1945) Selama delapan tahun di Solo, dia menghabiskan waktunya dengan mengadakan penelitian mendalam tentang musik Timur.

Sesudah ayahnya meninggal, dia menetap di Bandung, untuk mengambil alih pimpinan toko musik dan alat-alat musik, dan kantor penerbitan (Matatani) yang telah didirikan oleh ayahnya. Tetapi dia masih senang bepergian. Akhirnya dia berangkat ke Thailand. 

Di zaman itu dia mencatat banyak lagu-lagu Thailand yang didengarnya sendiri pada saat dinyanyikan oleh rakyat, dan dia telah menggubah pula lagu kebangsaan Thailand. Sesudah itu dia menerbitkan sekumpulan besar lagu-lagu yang telah dicatatnya pada dinyanyikan para penyanyi pribumi dari Jawa Tengah. Gubahan-gubahan Seelig menunjukkan gabungan yang sangat menarik antara unsur-unsur Timur dan Barat; sebuah struktur selalu menunjukkan keahlian pembuatnya.  

Beberapa karya Paul Seelig dinyanyikan kembali oleh Bernadeta Astari soprano Indonesia pertama yang tampil di Concertgebouw yaitu nomor-nomor tembang sunda seperti Sinom, Kinanti, dan dandang gula miring.

Akan tetapi memang kedua komponis diatas tidak terlalu dikenal di Belanda dan apalagi di Indonesia maupun dunia. Karena komponis hindia ini berdarah indo (campuran Belanda Indonesia) yang berkulit agak coklat sehingga tidak terlalu digubris oleh orang-orang Belanda yang dulu cenderung rasis, menurut penjelasan Henk Mak van Dijk sendiri waktu saya wawancarai.

Lain daripada itu terdapat pula musik-musik entertainment salah satu yang menarik perhatian saya yaitu karya yang dinyanyikan oleh Willy Derby yang berjudul Hallo! Bandoeng!. Lagu ini diciptakan pada saat hubungan telepon Belanda dengan Hindia-Belanda (Indonesia) mulai beroperasi. Penyanyi yang kerap  menyanyikan lagu-lagu gubahan Jacques van Tol yang berisikan anti terhadap Jerman ini melakukan sejumlah tour di Hindia-Belanda pada tahun 1931 dan segera memperoleh kepopuleran di daerah kolonial ini dengan membawakan nomor-nomor yang popular di Hindia-Belanda seperti letter from India, slamat tidoer dan tentu saja Hallo!Bandoeng!

Mencontek kata-kata Joss Wibisono dalam tulisannya “gamelan dan musik klassik” Sejarah komponis Indisch, sedikit banyak juga merupakan sejarah musik Indonesia.


Rujukan :

http://www.dutchrecordcompany.nl/index.php?164

paulusdwihananto.edublogs.org/files/.../

http://makvandijk.wordpress.com/2013/08/25/wajang-foxtrot-indie-in-klank-en-beeld-1890-1945/

MUSIK (DI) INDONESIA
MENUNGGU BERBUAHNYA BERBAGAI POTENSI
-Artikel asli dimuat di majalah TAPIAN edisi Juli 2008.-
Oleh Serrano Sianturi

http://gatholotjo.wordpress.com/2011/10/09/gamelan-dan-musik-klasik-oleh-joss-wibisono/

http://iml.nederlandsmuziekinstituut.nl/index.php?lang=23&dept=83&article=126

http://www.historici.nl/Onderzoek/Projecten/BWN/lemmata/bwn5/diepen_w


Buku Wajang Foxtrot

Sabtu, 13 Juli 2013

Musik Sebagai Mesin Waktu 1





Manusia hidup melewati hari demi hari, kadang hari yang kita lewati hanya terbuang dengan bermalas-malasan, kadang juga kita lewati dengan bersenang-senang, atau sibuk sendiri dengan aktivitas sehari-hari. Dan tentu saja kita tak pernah ambil pusing memikirkan hari yang telah kita lewati.


Tapi ada hari, dimana itu terasa hari yang sangat berharga dan rasanya seperti hidup kita baru saja dimulai. Momen itu saya rasakan hari ini, perasaan itu membuat aliran darah saya mengalir deras seperti banjir bandang yang terjadi akhir-akhir ini di beberapa daerah Indonesia. Sampai-sampai, saya kerap susah tidur karena memikirkan momen yang akan saya lewati yang bagi saya penting ini!!.. Haha


Cerita ini dimulai dari rasa penasaran yang tak pernah berhenti menggelayuti pikiran saya. Berawal dari membaca sebuah novel karya Pramoedya A.T berjudul Bumi Manusia dan tentu saja berlanjut hingga sekuel terakhirnya dalam Tetralogi. Setelah jauh menyelam ke dalam cerita dan tanpa terasa cerita itu usai, tetapi penyelaman itu ternyata tak berujung hingga saya mencari foto-foto tokoh dalam novel itu yang saya anggap mereka benar-benar hidup.


Tak puas dengan foto berlanjut ke video tentang tahun-tahun dimana novel itu berlatar. Karena saya terhanyut dalam arus ini, jadi saya ingin merasakan setiap aliran, suasana, aroma, suara, warna dan segalanya tentang dunia dalam cerita, yang terasa dekat dan hangat.


Terus dan terus dalam pencarian, akhirnya berlanjut pada musik. Musik? Apa yang didengar mereka waktu itu? Apakah pribumi, indo dan Belanda mendengarkan musik yang sama (Seperti jaman globalisasi ini)? Siapa yang bisa mengakses musik jaman itu? Siapa musisi pribumi atau Belanda yang "ngehit" pada waktu itu?


Dan pencarian dengan mesin bak Dewa yang maha tahu pun berlanjut dengan kata kunci yang lugu "Musik Populer Jaman Hindia Belanda". Hasilnya tak banyak yang sesuai dengan keinginan. Saya buka satu persatu dan bertemulah saya dengan website Radio Nederland Weredomroep Indonesia yang memuat artikel berjudul "Pameran Musik Hasil Menjajah Indonesia"  ditulis oleh Joss Wibisono yang menceritakan tentang seorang pianist belanda yang membuat buku tentang musik masa kolonial belanda. Pianist itu bernama Henk Mak Van Dijk, banyak hal yang dia ceritakan tentang bukunya “Wajang Foxtrot” mulai dari Mars prajurit Belanda, Musik-musik tentang kekaguman Belanda terhadap Indonesia hingga musik tentang kerinduan mereka terhadap tanah air Belanda, karena paling tidak selama 6 tahun mereka harus tinggal di Indonesia yang meninggalkan keluarga dan sanak saudara

Tidak hanya menulis buku, Henk Mak Van Dijk juga menggubah musik karya-karya Musisi Belanda kelahiran Indonesia seperti Constant Van De Wall, Paul Seelig. Dan melahirkan dua Album yang menawan, dan beberapa sudah saya dengar karyanya.

Itu menarik sekali bagi saya, tapi bagaimana saya mendapatkan album itu? Apakah ada yang jual di Jakarta atau kota besar lainnya? Saya mencari-cari dalam rimba raya Internet. Ternyata tidak ada yang menjual album itu sama sekali. Saya akhirnya beralih ke web-web Belanda dan saya menemukannya. Bukan menemukan alamat penjualnya tapi saya menemukan alamat email Henk Mak Van Dijk. Dan dengan perasaan nothing to lose dan sedikit kecil hati saya kirim email ke alamat dalam web. Suatu hari saya buka email saya dan ternyata seperti yang saya duga no answer.

2 hari kemuadian.

Dengan perasaan tak berharap saya membuka halaman email lagi. Finally, email saya ternyata dibalas dengan ramah yang berakhir dengan mengajak saya bertemu pada tanggal 21 Juli nanti di Yogja. Karena memang Van Dijk ada jadwal ke Yogya tanggal itu. Sulit dikatakan kalau ini hanya kebetulan. Dan senyum bahagia saya biarkan mengembang untuk beberapa hari kedepan. Berlanjut pada Musik sebagai mesin waktu 2

Sabtu, 29 Juni 2013

Paradoks Musik Elektronik


Perkembangan musik digital tentu saja diawali oleh musik analog yang keduanya masuk kedalam dunia elektronik. Pertama kali penggunaaan alat elektronik untuk memproduksi musik adalah pada tahun 1902 dengan alat Telharmonium machine Sejarah awal demam musik elektronik dimulai dari sekitar tahun 1960-1970 di eropa diawali dengan eksperimen-alat musik elektronik mesin-mesin musik yang dipengaruhi atas era industri di eropa. Diawali oleh band Elektronik Jerman mereka menyebut diri mereka Krafwerk, pada jaman itu orang-orang kebanyakan memainkan musik-musik rock psycadelic mereka muncul dengan musik aneh yang monoton dengan dandanan rapi dengan rambut cepak yang pada jaman itu musisi identik dengan rock yang rambutnya gondrong dan selengekan. 

Music mereka disebut-sebut sebagai musik “masa depan” dan akhirnya banyak menginspirasi musisi Inggris saat mereka manggung pertama kali di Inggris,dan juga Krafwerk menciptakan  syntthieser dan Drum Machine mereka sendiri sehingga mereka disebut juga engginer musician. Dan lalu media-media di inggris membahas cara kerja syhntiser sehingga banyak musisi inggris yang akhirnya membuat synthiser mereka sendiri dan akhirnya perusahaan alat musik Korg  dan MooG membuat produk massal synthiser. Makin banyaklah bermunculan band-band elektronik di Inggris seperti Cabaret Voltaire, Human League, joy division , OMD , The Normal dan masih banyak lagi, yang mereka banyak menggunakan synthiser tanpa drum dan terkadang tanpa gitar. 

Kemunculan musik digital pertama dimulai saat makin berkembangnya teknologi  computer. Pada waktu itu di televise inggris ditayangkan musik digital dengan menggunakan computer memainkan sample sound yang harus dimasukkan data terlebih dalhulu karena menggunakan Operation system yang masih sangat rumit dan disertai dengan keyboard controler yang tersambung dalam computer saat itu memainkan sample sound suara gonggokan anjing dan suara manusia yang dimainkan do re mi fa sol la si do. Dan musik digital berkembang seiring dengan perkembangan hardware dan software computer di benua eropa.

Munculnya musik elektronik  memunculkan panggung atau gigs “UnderGround” karena pada saat itu musik elektronik tidak popular dan hanya oleh kalangan tertentu seperti kaum homoseksual dan lesbian dijadikan sebagai ajang pesta dan berkumpul dengan diiringi music yang mereka sebut Disco dan disinilah awal kemunculan Scene Electronic Dance Music yang dinikmati hampir seluruh kalangan masyarakat saat ini yang pada perkembangannya melahirkan banyak genre di dalam Scene EDM. Jauh sebelumnya Jim Morrison vokalis flamboyant The Doors telah meramalkan bahwa musik nantinya akan dimainkan oleh satu orang dengan “Bounching Machine” yang sungguh terjadi pada saat ini musik dimainkan hanya oleh seorang yang disebut Disc Jockey.

Banyak pro kontra antara musisi “konvensional”  yang memainkan musik mereka dengan susah payah untuk mencapai skill bermain musik tertentu dengan musisi “non konvensional” yang memainkan musik mereka dengan machine sehingga terlihat mudah. Seperti Jack White mengatakan dalam film documenter It Might Get Loud “teknologi adalah penghancur utama rasa dan kenyataan, membuat hal jadi mudah and youcan get home sooner but not make you to be more creative person”. 

Akan tetapi pada perkembangannya, musik selalu bersifat progresif menurut pada realita dan kenyataan yang pada saat ini telah masuk kedalam era yang sepenuhnya teknologi, sepeti dalam film documenter PressPausePlay diceritakan bahwa sebenarnya teknologi tidak menghancurkan malah membuat orang lebih kreatif dan berbeda dari jaman sebelumnya . Sebagai contoh dalam film tersebut  Jimi Hendrik yang dia bukan apa-apa tanpa gitar listriknya, yang gitar listrik tersebut adalah teknologi baru setelah gitar akustik bukan? 

Apakah anda pro atau yang kontra dengan teknologi?

Kamis, 16 Mei 2013

 Catatan 1



Diri adalah ilusi, kesadaran adalah ketidaksadaran. Kita hidup didunia seperti ini, dunia yang paradoks, dunia yang serba abstrak, dunia yang serba relatif, boleh juga dikatakan penuh misteri tapi sungguh menyenangkan menyelami semua ini. Diatas "Realita" yang serba membutuhkan kepastian dan kepastian bahwa kita akan menjadi satu dengan alam.


Tak ada yang lebih penting dari yang lain, tak ada yang lebih benar dari yang lain. Karena semua berawal dari kehampaan atau kekosongan. Manusia memang tukang memilah-milah, tukang membagi-bagi, tukang menggolong-golongkan, tukang memisah-misahkan, memang itu cara mereka untuk dapat mengerti dan memahami. Yang semestinya bukan esensi yang harus dipegang teguh. Bahwa alam itu satu kesatuan makro kosmos.

Terlalu banyak hiasan dunia memang menarik setiap mata manusia, yang membuat mereka lupa pada mulanya. Sehingga sibuk merayakan euforia semu didalam dunia yang tak tentu. Beginilah jalan maju, mundur, zig zag dan berputarnya devolusi yang selalu memiliki kemungkinan tak statis. 

Minggu, 14 April 2013

Cita Rasa Surabaya



Ini kali pertama keluar kota dengan niat, bukan niat biasa bukan juga niat sholat tapi niat untuk menghadiri happening art di Surabaya. Diadakan oleh anak muda kreatif Design Product ITS dimulai hari Jumat-Sabtu 5,6 April 2013. Dengan Judul Ide Art yang terpampang besar sungguh besar dengan mapping animation di gedung kuliah mereka . Saya hadir bukan karena diundang tentu aja tapi cuma iseng, niat awalnya pengen nonton WSATCC ( White Shoes and The Couple Company ) tapi sahabat saya yang ada di ITS, Kepet mengajak untuk lekas berangkat pada tgl 5, padahal jadwal WSATCC, mereka di Surabaya tgl 6. Oke, saya pikir lebih baik daripada saya telat atau bangun kesiangan. Jumat sore akhirnya saya berangkat dari Malang menggunakan jasa transportasi yang selalu memperbaiki diri menjadi lebih baik (baca:Kereta Api). Sampai disana saya langsung digiring oleh Kepet menuju lokasi. Tiket acara 5 ribu, murah sekali menurut saya mengingat acara-acara di Malang minimal harga tiket 15 ribu. Dan akhrnya saya masuk di halaman kampus Despro yang telah disulap menjadi DreamLand, mereka menyebutnya begitu. Tapi saya pikir ini bukan saja dreamland, this is creative heaven. Wwooww mata saya dimanjakan suguhan kreatif teman-teman despro. Mulai dari Fashion Kardus yaitu fashion daur ulang dari bahan kardus. WPAP,Pohon Impian, cewek-cewek cakep yang piawai menggambar. sketch, saya sangat excited dengan atmosphere yang mereka ciptakan. 
Tiba-tiba terdengar ambience dari sound panggung dan ternyata The Milo manggung malam itu menambah kegilaan saya untuk menikmati malam sabtu. Tapi setelah dua kali nonton The Milo, menurut saya pribadi, sound mereka terlalu keras di beberapa bagian yang kadang saya kurang bisa menikmatinya, tapi apa memang karena saya bukan penggemar berat shoegaze dan post-rock atau semacamnya. Saya pikir mereka main separuh lagu malam itu. Diujung malam sabtu itu ditutup oleh Lamp Mob dengan diiringi music Nu Disco yang semarak, dengan trio MC yang berisik tapi asik. Juga Mapping Animation yang menambah keterkaguman saya. Good job.

Menantikan WSATCC

Panas tak begitu, dingin juga tak mungkin. Begitulah suasana hari sabtu di Surabaya waktu itu. Hari ini berbeda dengan hari sebelumnya karena saya dan Kepet akhirnya berinisiatif untuk mengundang teman-teman yang ada di Surabaya dengan niat bersama-sama berbagi kebahagiaan. Hari itu serasa begitu penuh karena masing-masing kami saling mengkoordinasi untuk dapat bertemu. Meskipun ternyata tak banyak juga teman yang berhasil kami kumpulkan (sedih). Bryan, Melati, Ratih, Oseng, Ricki dan Sukma. mereka akhirnya yang mau dan bersedia hadir dan ikut meramaikan suasana. Saya rasa mereka adalah orang-orang yang berpikiran terbuka, yang memaknai kebahagiaan tanpa harus menghamburkan materi. Celetukan kepet masih teringat " Kebersamaan itu mahal harganya" ya memang suasana begitu hangat waktu itu. Kebahagiaan dan Keharuan bercampur, kerinduan yang begitu dalam serasa belum terpuaskan. Oohh betapa memang kebersamaan itu mahal harganya. Dan kamipun berangkat bersama menuju lokasi. Ramai sekali malam itu ternyata berbeda dengan malam sebelumnya. Kamipun menikmati satu persatu stand dengan penuh kekaguman. Kami saling berfoto untuk mengabadikan setiap momennya, saling bercanda dengan muka berminyak khas kosmetik polusi Surabaya. 

Malam semakin larut akhirnya band yang saya nantikan tampil juga di malam yang harusnya hujan tapi ternyata cuman gerimis. Gerimis itu begitu manis saat saya menyaksikan Nona Sari bergoyang begitu syahdunya. Dia tak menampilkan goyang yang erotis tapi tetap sexy saya melihatnya. Saya begitu penasaran dengan band ini, yang katanya nama band ini lebih dulu ditemukan dari pada personilnya. Yang katanya bernaung di label luar negeri, yang saya lihat di youtube berkali-kali. Yang saya tau kalau band indonesia yang main di La Blogotheque. Yang sudah melanglang buana keliling dunia, yang album vakansinya sering saya putar waktu saya jalan-jalan. Dan saya belum pernah nonton mereka secara live. Saya pengen tau dengan sound, set list, gaya bermain, konsep, komposisi semuanya yang mampu saya tangkap sesuai dengan passion dan kemampuan saya. Dan mereka menutup performance dengan aksi kucing lagu hits dari album sebelumnya. Malam itu usai dan energi baru terasa habis seketika itu. Kecapekan ini mungkin tanda kepuasan yang sudah mencapai batasnya. Saya selalu senang dengan dunia yang penuh daya cipta dan cita rasa estetik seperti ini. Rohani saya selalu mencari, menyusuri, menikmati dan menyetubuhi mereka. Sungguh hari itu begitu menginspirasi saya agar tetap berkarya.


NB. Tak lupa saya berterima kasih sama  Dimas Agogo yang sudi mengantar ke stasiun jam 4 pagi buat rebutan tiket surabaya. Dan Rengga anak Despro yang juga teman saya SMA yang mau menjadi tour guide disana.

Senin, 01 April 2013

The Tungau`s Theory




Bertemu dengan Ireng membicarakan Alternatif Theory tentang Bumi Datar (Flat Earth Society) yang baru, kita tahu dari semenjak SD atau TK bahkan kalau bumi itu bulat, tapi jauh sebelum itu juga orang percaya bahwa bumi itu datar. Jadi masih simpang siur sebenarnya antara datar atau bulat atau mungkin saja yang lain? Kotak misalnya atau segitiga atau bahkan tak berbentuk sama sekali mungkin saja sejauh kita sanggup mengimajinasikannya. Saya mulai membayangkan bahwa saya hanyalah debu kalau dilihat dari 4000 km di atas tanah, akhirnya saya mulai berfantasi tentang tungau yg dulu pernah ada didaerah bulu kemaluan saya.
Mungkin saja para filsuf tungau dengan segala keterbatasanya mulai merumuskan bagaimana bentuk dunianya. Seperti biasa mereka mulai dengan pertanyaan dasar seperti, bagaimana kita (tungau) bisa terlahir? Mengapa pohon disekitar kita tidak pernah ada yang lurus? Mengapa sebulan sekali atau 2 minggu sekali kadang setahun sekali atau 2 tahun sekali WM (Waktu Manusia) pohon-pohon jadi tandus? Mengapa setiap 2x /hari  WM selalu hujan? Mereka mulai memecahkan berbagai masalah dengan berbagai pertanyaan mendasar dan dengan melihat fenomena-fenomena yang mereka lihat sehari hari, tungau-tungau masa lalu telah merumuskan bahwa Adem adalah tungau pertama yang muncul dari pengembaraannya, menuju dunia baru dan langsung menemui ajalnya setelah menetasnya anak pertama bersama Sejuk, yang adalah istri dari Adem. Setalah menetas telur kedua, Sejuk mati mengikuti jejak suaminya karena tidak kuat menanggung kesedihannya ditinggal Adem. Sampai akhirnya menetas sampai telur ke 53.

 Mereka semua hidup tanpa orang tua, tidak ada yang mengajari mereka makan, minum, kawin (survival) apalagi biologi, fisika, sejarah , hukum, bahkan ekonomi,seni dan kebudayaan  mereka jelas tidak tahu apakah itu makanan atau minuman.  Mereka dengaan ajaib diselamatkan oleh otak untuk menjalankan insting ketenguan guna bertahan hidup. Hanya butuh 2 hari WM (waktu manusia) atau setara dengan 45 tahun WT (waktu tengu) mereka menjadi dewasa. Dan hidup tanpa berkomunikasi satu sama lain, mereka hidup sendiri2 dan hanya 9 tungau yang mampu bertahan di rimba rambut kemaluan yang ganas itu.

Itulah teori pertama tentang asal usul mereka yang memiliki anak teori-teori baru seperti, mereka sebenarnya bukan pengembara mereka adalah utusan sang dewa yang terlahir di hutan hitam. Teori baru yang lain muncul adalah mereka jelmaan hutan putih yang suci sehingga terlahirlah sepasang tungau yang romantis itu tapi ketiga teori diatas tidak menyangkal bahwa tungau pertama adalah Adem dan Sejuk, akan tetapi ribuan tahun WT  setelahnya, yang berarti 1 tahun WM mereka merumuskan bahwa bangsa tungau terlahir dari cairan putih yang selalu ada bersama hujan yang tercampur secara sempurna sehingga membentuk tungau model pertama yang sangat berbeda dengan tungau-tungau masa kini, tungau generasi pertama brwarna putih dan pipih mereka tidak bisa berpindah pindah, mereka menyebut teori ini "Teori Elisivo".

Dengan teori Elisivo mereka merasa telah menjadi manusia modern apalagi dengan fashion masa kini mereka yaitu jubah merah maroon. Menambah tingkat kepercayadirian mereka sehingga mereka mulai ingin melihat dunia diluar hutan hitam yang menghidupi mereka dari masih telur hingga dewasa, mereka merasa telah siap dan kuat menjajah dunia baru dengan ilmu pengetahuan mereka, mereka ingin menantang lapangan coklat yang kata orang mematikan. Mereka didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi tentang dunia mereka. Mereka terus berpikir berpikir dan berusaha membuktikannya.